Tragedi hilangnya kapal selam KRI Nanggala-402 di perairan utara Bali pada April 2021 telah mengejutkan dunia dan menyisakan duka mendalam bagi Indonesia. Kejadian ini menyoroti betapa berbahaya dan penuh tantangannya operasi kapal selam di perairan Indonesia, yang seringkali disebut sebagai ‘the treacherous sub Indonesia’ oleh para ahli kelautan dan militer. Perairan Indonesia, dengan kedalamannya yang ekstrem, arus yang kuat, dan medan bawah laut yang kompleks, menghadirkan risiko signifikan bagi kapal selam, baik dari segi navigasi, keamanan, maupun keselamatan awak kapal.
Kekayaan hayati dan geografis Indonesia yang luar biasa, terbentang dari perairan dangkal hingga palung laut terdalam, menciptakan kondisi bawah laut yang unik dan menantang. Kondisi tersebut membuat operasi kapal selam di wilayah ini menjadi salah satu yang paling sulit di dunia. Berbagai faktor berperan dalam menciptakan ‘the treacherous sub Indonesia’, mulai dari kondisi oseanografi yang ekstrim hingga potensi ancaman dari faktor manusia dan teknologi.
Kondisi oseanografi Indonesia yang kompleks merupakan faktor utama penyebab tingginya risiko operasi kapal selam. Arus laut yang kuat dan tak terduga dapat membuat manuver kapal selam menjadi sulit dan berbahaya. Kedalaman laut yang ekstrem, seperti di Palung Jawa, mencapai lebih dari 7.000 meter, menciptakan tekanan hidrostatis yang sangat tinggi yang dapat merusak lambung kapal selam jika tidak dikelola dengan tepat. Selain itu, keberadaan gunung bawah laut, terumbu karang, dan berbagai objek bawah laut lainnya juga dapat menimbulkan ancaman bagi kapal selam.
Variabilitas cuaca di perairan Indonesia juga perlu diperhatikan. Perubahan cuaca yang drastis dan tiba-tiba dapat mengganggu navigasi kapal selam dan mengurangi visibilitas. Badai tropis, siklon, dan gelombang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada kapal selam atau bahkan menyebabkan kecelakaan. Faktor-faktor ini semakin memperumit operasi kapal selam di wilayah yang sudah dikenal sulit dan penuh tantangan ini.
